Keberhasilan suatu bangsa salah
satunya ditentukan oleh etos kerja yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Etos
kerja merupakan salah satu kunci sukses sekaligus fondasi untuk mencapai suatu
keberhasilan. Dengan tingginya etos kerja suatu bangsa merupakan salah satu
akar yang akan membawa suatu Negara pada kualitas yang lebih baik terutama pada
bidang ekonomi, sehingga pada level yang lebih luas menjadikan suatu Negara
menjadi lebih maju. Oleh karena itu etos kerja merupakan sebuah syarat perlu
tetapi belum merupakan syarat cukup untuk mencapai kesuksesan.
Etos kerja merupakan bagian dari
sikap dan perilaku hidup manusia, dan perilaku manusia selalu diarahkan pada
tujuan tertentu agar dapat mencapai suatu keberhasilan. Setiap manusia memiliki
kemampuan untuk berpikir, memandang sesuatu dan bertingkah laku dengan cara tertentu
yang merupakan bagian dari kepribadiannya. Begitupun dengan etos kerja, setiap manusia
atau bangsa tertentu di bumi ini memiliki etos kerja yang berbeda-beda. Sebab
etos kerja lahir atau dibentuk dari berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, agama,
iklim serta sistem nilai yang dimiliki. Etos selalu mencerminkan jati diri
suatu bangsa atau masyarakat. Menurut Hofstede (1980) menyatakan
bahwa garis lintang dan iklim merupakan kekuatan utama dalam membentuk budaya. Seperti
yang dikemukakan Geertz (dalam Taufik Abdullah,1986) Kemudian menurut Jansen
Sinamo (2009:33) etos kerja adalah sehimpunan perilaku positif yang lahir
sebagai buah keyakinan fundamental dan komitmen total pada sehimpunan para digma
kerja yang integral. Etos kerja mampu meningkatkan produktifitas, motivasi,
kedisiplinan serta gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan
sesuatu seoptimal mungkin agar lebih baik bahkan berupaya untuk mencapai
kualitas kerja sesempurna mungkin. Etos kerja orang tionghoa sendiri adalah tak takut bermimpi, bekerja dan bekerja,
berpikir untuk 3 keturunan, tak pernah menyerah, menguasai bisnis dari hulu ke
hilir, memberi pelayanan terbaik dan memelihara relasi.
Pada dasarnya ada beberapa penyebab
etos kerja masyarakat Indonesia masih sangat rendah, diantaranya banyaknya
pekerja yang hanya lulusan SD, SMP dan SLTA yang mutunya kurang dari standar,
faktor budaya dan sejarah bangsa Indonesia, serta pemerintah dan kebijakan yang
diambil dalam melayani kebutuhan masyarakat masih jauh dari optimum. Selain faktor-faktor
tersebut, kondisi alam Indonesia yang sangat subur juga mempengaruhi etos kerja
bangsa Indonesia, sehingga apapun yang dibutuhkan tersedia. Masyarakat
Indonesia menjadi terbiasa untuk menempatkan segala sesuatunya dengan mudah
tanpa banyak usaha. Manusia pribumi dimasa lalu tidak perlu bekerja keras untuk
mendapatkan bahan makanan sebab alam menyediakannya sepanjang tahun.Merupakan
suatu kenyataan yang pahit bila melihat kenyataan etos kerja pribumi tertinggal
dari bangsa-bangsa lain di dunia. Jika kita melihat ke belakang Indonesia
merupakan sebuah negara yang memiliki prestasi cukup baik. Namun sangat disayangkan,
di era globalisasi ini justru etos kerja masyarakat Indonesia jauh dari apa
yang diharapkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya, penulis merumuskan beberapa
permasalahan untuk dikaji lebih rinci. Adapun permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini meliputi:
1.
Bagaimanakah etos kerja etnis Tionghoa yang tinggal di
daerah Pribumi?
2.
Apa kunci sukses etnis Tionghoa yang dapat ditiru oleh
masayarakat Pribumi ?
3.
Apa arti dari etos kerja ?
C.
Tujuan
-
Mengetahui etos kerja etnis Tionghoa yang tinggal di
daerah Pribumi
-
Mengerti bahwa harus banyak dilakukan perbaikan pada
etos kerja pribumi
-
Memvotivasi masyarakat pribumi untuk
mampu menjadi tuan rumah di daerah sendiri
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etos Kerja
Keturunan Tionghoa
Kamus wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari
bahasa Yunani; akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan
karakter moral. Dalam bahasa Yunani kuno dan modern, etos punya arti sebagai
keberadaan diri, jiwa, dan pikiran yang membentuk seseorang. Pada Webster's New
Word Dictionary, 3rd College Edition, etos didefinisikan sebagai kecenderungan
atau karakter; sikap, kebiasaan, keyakinan yang berbeda dari individu atau
kelompok. Bahkan dapat dikatakan bahwa
etos pada dasarnya adalah tentang etika.
Etika tentu
bukan hanya dimiliki bangsa tertentu. Masyarakat dan bangsa apapun mempunyai
etika; ini merupakan nilai-nilai universal. Nilai-nilai etika yang dikaitkan
dengan etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan
diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya bisa juga ditemukan pada
masyarakat dan bangsa lain. Kerajinan, gotong royong, saling membantu, bersikap
sopan misalnya masih ditemukan dalam masyarakat kita. Perbedaannya adalah bahwa
pada bangsa tertentu nilai-nilai etis tertentu menonjol sedangkan pada bangsa
lain tidak.
Dalam perjalanan waktu, nilai-nilai etis tertentu,
yang tadinya tidak menonjol atau biasa-biasa saja bisa menjadi karakter yang
menonjol pada masyarakat atau bangsa tertentu. Muncullah etos kerja Miyamoto
Musashi, etos kerja Jerman, etos kerja Barat, etos kerja Korea Selatan dan etos
kerja bangsa-bangsa maju lainnya. Bahkan prinsip yang sama bisa ditemukan pada
pada etos kerja yang berbeda sekalipun pengertian etos kerja relatif sama.
Sebut saja misalnya berdisplin, bekerja keras, berhemat, dan menabung;
nilai-nilai ini ditemukan dalam etos kerja Korea Selatan dan etos kerja Jerman
atau etos kerja Barat.
Bila
ditelusuri lebih dalam, etos kerja adalah respon yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok, atau masyarakat terhadap kehidupan sesuai dengan keyakinannya
masing-masing. Setiap keyakinan mempunyai sistem nilai dan setiap orang yang
menerima keyakinan tertentu berusaha untuk bertindak sesuai dengan
keyakinannya. Bila pengertian etos
kerja re-definisikan, etos kerja adalah respon yang unik dari seseorang atau
kelompok atau masyarakat terhadap kehidupan; respon atau tindakan yang muncul
dari keyakinan yang diterima dan respon itu menjadi kebiasaan atau karakter
pada diri seseorang atau kelompok atau masyarakat. Dengan kata lain,
etika kerja merupakan produk dari sistem kepercayaan yang diterima seseorang
atau kelompok atau masyarakat.
Bagaimana etos kerja putra-putri Indonesia? Di
republik ini, Jansen Sinamo menyajikan 8 Etos Kerja Professional dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
1.
Kerja adalah Rahmat
2.
Kerja adalah Amanah
3.
Kerja adalah Panggilan
4.
Kerja adalah Aktualisasi
5.
Kerja adalah Ibadah
6.
Kerja adalah Seni
7.
Kerja adalah Kehormatan
8.
Kerja adalah Pelayanan
Salah satu suku yang mendiami tanah pribumi dan
terkenal dengan Etos Kerjanya yang sangat Kuat adalah Keturunan Tionghoa.
Mereka kebanyakan memiliki suatu keyakinan yang besar untuk dapat sukses dalam
meraih impian yang dimiliki.
Kalau kita di negeri ini bicara tentang pasar modern
dan bisnis besar, maka kita akan menunjuk pada saudara-saudara kita etnis cina
atau tionghoa, kalau pasar tradisional kita akan langsung setuju dengan
keidentikannya dengan orang-orang pribumi seperti Jawa, Madura, dan bugis
serta rimpin melayu lainnya. Orang-orang tionghoa walau hanya 3% di negeri ini
dari 210 juta jiwa ternyata berhasil menguasai 70% bisnis dan perekonomian
negeri ini(Prof.Amy Chua-2004). Meski bukan berarti bahwa orang Tionghoa tidak
ada yang miskin tapi biasanya yang disebut miskin di negeri ini adalah kita
masyarakat Jawa (Pribumi).
rasa percaya
diri tersebut tentu saja tidak cuma - cuma dapat mereka miliki.
Seorang muslim
yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif[1] yang merupakan bagian dari amanah
Allah. Cara pandang kita harus didasarkan pada tiga dimensi kesadaran:
1. Aku Tahu (Makrifat)
Dimensi ini harus
dihayati oleh setiap pekerja sehingga dia mampu mengambil posisi yang jelas
dalam kedudukannya di setiap pekerjaan. Dia harus tahu peran apa yang harus
dilakukan sehingga amanah yang dilaksanakannya dapat dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan mampu memberi nilai lebih bagi diri dan lingkungannya.[2]
2. Aku Berharap (Hakikat)
Dimensi hakikat
(aku berharap) adalah sikap dirinya untuk menetapkan sebuah tujuan ke mana arah
tindakan dia langkahkan. Harapan-harapan tersebut membuncah di dalam hati, akal
pikiran dan tindakannya. Sadar bahwa tujuan teramat penting dalam kehidupan
karena sikap tingkah laku seseorang ditentukan ke mana dia mengarah, apa
cita-citanya dan apa yang akan diperbuatnya.[3]
3. Aku Berbuat (Syariat)[4]
Kedua dimensi
diatas belum cukup tanpa adanya tindakan nyata. Sadar bahwa tindakan lebih
membekas daripada sekedar berkata.
Etos juga bermakna
nilai moral, suatu pandangan yang bersifat mendarah-daging. Etos menunjukkan
sikap dan harapan seseorang. Imam al-Qusairi mengartikan harapan sebagai
keterpautan hati kepada yang diinginkannya terjadi di masa yang akan dating.
Perbedaan harapan dan angan-angan adalah angan-angan membuat seseorang menjadi
pemalas dan terbuai oleh khayalannya tanpa mau mewujudkannya.
Bekerja adalah
segala aktivitas dinamis dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu
(jasmani dan rohani), di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan
sungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian
dirinya kepada Allah SWT.
Tidak semua
aktivitas manusia disebut pekerjaan karena di dalam makna pekerjaan terkandung
dua aspek yang harus dipenuhi secara nalar:
1.
Aktivitasnya dilakukan karena ada dorongan untuk mewujudkan sesuatu sehingga
tumbuh rasa tanggung jawab yang besar untuk menghasilkan karya yang
berkualitas, bukan sekedar untuk mencari uang. Baginya bekerja adalah ibadah,
bekerja seoptimal mungkin
2.
Dilaksanakan secara sadar dan terencana dalam kerangka pencapaian ridha Allah.
Terkandung di dalamnya semangat mengerahkan seluruh potensi yang dimiliki
sehingga apa yang dikerjakannya benar-benar memberi kepuasan dan manfaat. Salah
satunya memberikan manfaat bagi diri dan lingkungannya, sebagaimana misi
dirinya yang harus menjadi rahmat bagi alam semesta.
B. 7 Langkah Menuju Kesuksesan Etnis Tionghoa
Setidaknya tidak kurang dari 7 langkah atau cara yang
harus mereka lalui dalam menggapai kesuksesan, diantaranya :
1.
Tak Takut Bermimpi
Tidak perlu gengsi untuk meniti karir dari posisi paling bawah, karena
mereka berani bermimpi meraih posisi yang lebih tinggi..
Contohnya, seorang loper Koran bermimpi mempunyai penerbitan nantinya. Dengan bermimpi, disadari atau tidak mereka akan berusaha atau mencari strategi untuk mewujudkannya.
Contohnya, seorang loper Koran bermimpi mempunyai penerbitan nantinya. Dengan bermimpi, disadari atau tidak mereka akan berusaha atau mencari strategi untuk mewujudkannya.
2.
Bekerja dan Bekerja
Orang Tionghoa berpendapat apabila ia tidak melakukan hal yang berguna
untuk dirinya atau orang lain maka hidupnya akan sia-sia. Waktu dan kesempatan
adalah suatu kemewahan yang pantang disia-siakan.
3.
Berpikir untuk 3 Keturunan
Ini adalah falsafah Konghucu, contohnya apabila seseorang mempunyai uang
Rp. 50.000,- maka ia hanya menggunakan Rp. 15.000,- untuk keperluan pribadinya.
Sisanya akan disimpan untuk keperluan anak dan cucu. Dengan bersikap hemat
diyakini bisa mengantisipasi berbagai masalah di kemudian hari.
4.
Tak Pernah Menyerah
Orang Tionghoa percaya bahwa setiap rintangan dalam hidup akan membawa
dirinya pada keadaan yang lebih baik. Cobaan yang berhasil di lewati akan mendapat
ganjaran yang lebih besar.
5.
Menguasai Bisnis dari Hulu
ke Hilir
Seorang pengusaha Tionghoa akan menghemat biaya produksi dengan menangani seluruh proses produksi. Memang ilmu ini rawan praktek monopoli, tapi bisa diambil positifnya yaitu kita harus bisa mengenal dan menguasai seluruh pekerjaan yang digeluti.
Seorang pengusaha Tionghoa akan menghemat biaya produksi dengan menangani seluruh proses produksi. Memang ilmu ini rawan praktek monopoli, tapi bisa diambil positifnya yaitu kita harus bisa mengenal dan menguasai seluruh pekerjaan yang digeluti.
6.
Memberi Pelayanan Terbaik
Pepatah Tionghoa berbunyi “Jika tak pandai tersenyum janganlah membuka
toko”. Kira-kira maksudnya adalah dalam berkarir atau berbisnis, kemampuan
kerja bukanlah yang utama, tetapi kemampuan dalam membawa diri dalam berbagai
situasi lah yang akan mengambil peranan penting.
7.
Memelihara Relasi
Menurut pepatah Tionghoa “Walau berisik dan buang
kotoran dimana-mana, jangan pernah menyembelih angsa bertelur emas” artinya
kira-kira adalah serepot apapun, hubungan baik dengan relasi adalah sesuatu
yang harus dan wajib dijaga. karena mereka bagai angsa bertelur emas.
C. Kunci Sukses
Etnis TiongHoa
Adapun selain itu, mereka juga memiliki Kunci Sukses Etnis TiongHoa
diantaranya :
Pertama, usaha keras, berani
mencoba dan tak takut gagal, memulai dengan apa adanya. Agaknya poin inilah
yang menjadi kelebihan utama dari para pengusaha Tionghoa. Dalam keluarga
Tionghoa, kerja keras bukanlah hal yang aneh. Mereka sudah terbiasa lembur
hingga pagi. Jika ada kesempatan, seperti menjelang hari raya Imlek, mereka
tahu bahwa permintaan pelanggan akan meningkat, maka mereka akan bekerja keras
untuk memenuhi permintaan tersebut karena mereka menyadari bahwa Imlek Cuma
satu kali dalam setahun. Orang Tionghoa pada umumnya berani memulai suatu usaha
dan tidak takut gagal. Mereka mempunyai sense
of urgency yang tinggi. Mereka sering berpendapat, “Jika tidak memulai
sekarang, kapan lagi?” Gagal bukanlah hal yang menakutkan karena mereka selalu
memulai usaha dengan apa adanya dan dari bawah.
Kedua,
mengumpulkan informasi dan belajar. Sebelum terjun ke suatu bidang usaha, orang
Tionghoa akan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin. Mereka tidak segan pergi
ke saudara, teman dan bahkan pihak yang tidak mereka kenal. Setiap pembicaraan
dengan siapa saja mereka gunakan untuk bertanya mengenai usaha yang akan
ditekuni. Kemanapun mereka pergi, mereka akan membuka mata dan telinga
lebar-lebar. Mereka sangat mahir melakukan survey terhadap usaha yang akan
mereka geluti. Mereka juga tidak segan untuk belajar. Cara belajar yang umum
adalah bekerja dengan orang yang usahanya serupa. Setelah yakin telah menguasai
cukup informasi dan ketrampilan mereka akan berusaha sendiri.
Ketiga,
melakukan perencanaan. Perencanaan yang paling umum dilakukan adalah melihat
dari sisi untung-ruginya suatu usaha. Dalam bahasa akademis, mereka
mempertimbangkan feasibility usaha yang akan mereka jalankan. Berapa banyak
ongkos yang akan dikeluarkan, bagaimana cara mendapatkan bahan-baku / material,
bagaimana mempersiapkan produk mereka, siapa yang akan beli, akan dijual
dimana, kapan kembali modal, dan berapa keuntungannya merupakan faktor utama
yang mereka pertimbangkan.
Perencanaan mereka juga sampai
memperhatikan efektifitas (tujuan tercapai) dan efisiensi (tepat cara tanpa
banyak mengorbankan waktu dan tenaga) usaha yang mereka geluti.
Keempat,
membina relasi. Walaupun orang Tionghoa sangat kompetitif, tetapi mereka selalu
sadar bahwa membina relasi adalah salah satu kunci keberhasilan mereka. Untuk
membina hubungan baik mereka tidak ragu untuk mengeluarkan pengorbanan
tertentu, seperti pemberian hadiah, mengundang makan dan melakukan entertain
terhadap relasi mereka. Siapa saja yang bisa membantu melancarkan dan
mengembangkan usaha adalah relasi mereka. Dengan pembinaan relasi yang baik,
terbuka kerja sama yang saling menguntungkan.
Kelima,
kemampuan administrative dan inventory control. Banyak orang lupa hal
yang satu ini. Orang Tionghoa sangat sadar akan pentingnya kemampuan dalam
beradministrasi dan melakukan pengontrolan inventory. Mereka sangat
memperhatikan secara terperinci setiap kegiatan usaha mereka dan merekamnya
dalam catatan. Karena itu mereka tahu betul neraca keuangan mereka dan persediaan
inventory mereka. Contoh, jika kita belanja sesuatu di toko orang Tionghoa
sangatlah jarang mereka sampai kehabisan persediaan.
Keenam,
kemampuan pemasaran. Kemampuan pemasaran orang Tionghoa umumnya ditunjang oleh
kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dan kemauan pelanggan serta kemampuan
menentukan harga jual dari suatu produk secara tepat. Dari proses ini, maka
terjadilah penyebaran iklan gratis dari mulut ke mulut. Untuk pengusaha yang
cukup besar, mereka melakukan positioning secara professional dengan
mensponsori kegiatan tertentu dan pemasangan pengiklanan melalui media cetak
dan media digital.
Ketujuh,
mendelegasikan. Orang Tionghoa sadar betul bahwa untuk mengembangkan suatu
usaha agar menjadi besar, mereka harus bisa mendelegasikan pekerjaannya. Syarat
utama pendelegasian adalah orang atau karyawan mereka harus bisa dipercaya.
Karena itu, mereka cenderung mencari orang yang sudah dikenal lama dan terbukti
bisa dipercaya. Bagi mereka keahlian berusaha bisa diajarkan, tetapi kepercayaan
tergantung dari masing-masing kepribadian. Karena system kepercayaan ini
jugalah maka, mereka tak segan-segan meminta anak mereka yang masih kecil
membantu usaha mereka. Di lain pihak, anak mereka yang sudah terbiasa terekspos
dengan usaha orang tuanya, membuat sang anak tumbuh dengan naluri usaha yang
mendarah daging.
Kedelapan,
mendiversifikasi. Pengusaha Tionghoa tak mudah merasa puas dan cukup atas usaha
mereka. Mereka selalu berusaha untuk memperluas usahanya. Salah satu caranya
adalah dengan melakukan deversifikasi produk. Mereka cenderung mempunyai
keinginan untuk memenuhi semua kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Mereka
ingin agar pelanggannya hanya dating ke mereka. Untuk mewujudkan keinginan ini,
cara yang paling tepat adalah berani melakukan deversifikasi produk.
Kesembilan,
mengolah keuangan. Tidak ada istilah “uang mati” dalam kamus berdagang ala
orang Tionghoa. Mereka selalu mempekerjakan uang tersebut supaya bisa berlipat
ganda. Cara yang paling umum dilakukan adalah menanamkan modal kembali ke usaha
mereka. Hal ini bisa dilakukan untuk mendirikan usaha baru atau untuk
membesarkan usaha yang telah ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Post a Comment