Thursday, July 11, 2013

Makalah Etos Kerja Keturunan Tionghoa di Tanah Pribumi

Yogyakarta, Yogyakarta City, Special District of Yogyakarta, Republic of Indonesia


Keberhasilan suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh etos kerja yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Etos kerja merupakan salah satu kunci sukses sekaligus fondasi untuk mencapai suatu keberhasilan. Dengan tingginya etos kerja suatu bangsa merupakan salah satu akar yang akan membawa suatu Negara pada kualitas yang lebih baik terutama pada bidang ekonomi, sehingga pada level yang lebih luas menjadikan suatu Negara menjadi lebih maju. Oleh karena itu etos kerja merupakan sebuah syarat perlu tetapi belum merupakan syarat cukup untuk mencapai kesuksesan.
Etos kerja merupakan bagian dari sikap dan perilaku hidup manusia, dan perilaku manusia selalu diarahkan pada tujuan tertentu agar dapat mencapai suatu keberhasilan. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk berpikir, memandang sesuatu dan bertingkah laku dengan cara tertentu yang merupakan bagian dari kepribadiannya. Begitupun dengan etos kerja, setiap manusia atau bangsa tertentu di bumi ini memiliki etos kerja yang berbeda-beda. Sebab etos kerja lahir atau dibentuk dari berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, agama, iklim serta sistem nilai yang dimiliki. Etos selalu mencerminkan jati diri suatu bangsa atau masyarakat. Menurut Hofstede (1980) menyatakan bahwa garis lintang dan iklim merupakan kekuatan utama dalam membentuk budaya. Seperti yang dikemukakan Geertz (dalam Taufik Abdullah,1986) Kemudian menurut Jansen Sinamo (2009:33) etos kerja adalah sehimpunan perilaku positif yang lahir sebagai buah keyakinan fundamental dan komitmen total pada sehimpunan para digma kerja yang integral. Etos kerja mampu meningkatkan produktifitas, motivasi, kedisiplinan serta gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu seoptimal mungkin agar lebih baik bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja sesempurna mungkin. Etos kerja orang tionghoa sendiri adalah tak takut bermimpi, bekerja dan bekerja, berpikir untuk 3 keturunan, tak pernah menyerah, menguasai bisnis dari hulu ke hilir, memberi pelayanan terbaik dan memelihara relasi.
Pada dasarnya ada beberapa penyebab etos kerja masyarakat Indonesia masih sangat rendah, diantaranya banyaknya pekerja yang hanya lulusan SD, SMP dan SLTA yang mutunya kurang dari standar, faktor budaya dan sejarah bangsa Indonesia, serta pemerintah dan kebijakan yang diambil dalam melayani kebutuhan masyarakat masih jauh dari optimum. Selain faktor-faktor tersebut, kondisi alam Indonesia yang sangat subur juga mempengaruhi etos kerja bangsa Indonesia, sehingga apapun yang dibutuhkan tersedia. Masyarakat Indonesia menjadi terbiasa untuk menempatkan segala sesuatunya dengan mudah tanpa banyak usaha. Manusia pribumi dimasa lalu tidak perlu bekerja keras untuk mendapatkan bahan makanan sebab alam menyediakannya sepanjang tahun.Merupakan suatu kenyataan yang pahit bila melihat kenyataan etos kerja pribumi tertinggal dari bangsa-bangsa lain di dunia. Jika kita melihat ke belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki prestasi cukup baik. Namun sangat disayangkan, di era globalisasi ini justru etos kerja masyarakat Indonesia jauh dari apa yang diharapkan.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya, penulis merumuskan beberapa permasalahan untuk dikaji lebih rinci. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini meliputi:
1.      Bagaimanakah etos kerja etnis Tionghoa yang tinggal di daerah Pribumi?
2.      Apa kunci sukses etnis Tionghoa yang dapat ditiru oleh masayarakat Pribumi ?
3.      Apa arti dari etos kerja ?

C.    Tujuan
-          Mengetahui etos kerja etnis Tionghoa yang tinggal di daerah Pribumi
-          Mengerti bahwa harus banyak dilakukan perbaikan pada etos kerja pribumi
-          Memvotivasi masyarakat pribumi untuk mampu menjadi tuan rumah di daerah sendiri


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Etos Kerja Keturunan Tionghoa
Kamus wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani; akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral. Dalam bahasa Yunani kuno dan modern, etos punya arti sebagai keberadaan diri, jiwa, dan pikiran yang membentuk seseorang. Pada Webster's New Word Dictionary, 3rd College Edition, etos didefinisikan sebagai kecenderungan atau karakter; sikap, kebiasaan, keyakinan yang berbeda dari individu atau kelompok.  Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika.
Etika tentu bukan hanya dimiliki bangsa tertentu. Masyarakat dan bangsa apapun mempunyai etika; ini merupakan nilai-nilai universal. Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain. Kerajinan, gotong royong, saling membantu, bersikap sopan misalnya masih ditemukan dalam masyarakat kita. Perbedaannya adalah bahwa pada bangsa tertentu nilai-nilai etis tertentu menonjol sedangkan pada bangsa lain tidak.
Dalam perjalanan waktu, nilai-nilai etis tertentu, yang tadinya tidak menonjol atau biasa-biasa saja bisa menjadi karakter yang menonjol pada masyarakat atau bangsa tertentu. Muncullah etos kerja Miyamoto Musashi, etos kerja Jerman, etos kerja Barat, etos kerja Korea Selatan dan etos kerja bangsa-bangsa maju lainnya. Bahkan prinsip yang sama bisa ditemukan pada pada etos kerja yang berbeda sekalipun pengertian etos kerja relatif sama. Sebut saja misalnya berdisplin, bekerja keras, berhemat, dan menabung; nilai-nilai ini ditemukan dalam etos kerja Korea Selatan dan etos kerja Jerman atau etos kerja Barat.
Bila ditelusuri lebih dalam, etos kerja adalah respon yang dilakukan oleh seseorang, kelompok, atau masyarakat terhadap kehidupan sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Setiap keyakinan mempunyai sistem nilai dan setiap orang yang menerima keyakinan tertentu berusaha untuk bertindak sesuai dengan keyakinannya. Bila pengertian etos kerja re-definisikan, etos kerja adalah respon yang unik dari seseorang atau kelompok atau masyarakat terhadap kehidupan; respon atau tindakan yang muncul dari keyakinan yang diterima dan respon itu menjadi kebiasaan atau karakter pada diri seseorang atau kelompok atau masyarakat. Dengan kata lain, etika kerja merupakan produk dari sistem kepercayaan yang diterima seseorang atau kelompok atau masyarakat.
Bagaimana etos kerja putra-putri Indonesia? Di republik ini, Jansen Sinamo menyajikan 8 Etos Kerja Professional dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Kerja adalah Rahmat
2.      Kerja adalah Amanah
3.      Kerja adalah Panggilan
4.      Kerja adalah Aktualisasi
5.      Kerja adalah Ibadah
6.      Kerja adalah Seni

7.      Kerja adalah Kehormatan

8.      Kerja adalah Pelayanan

Salah satu suku yang mendiami tanah pribumi dan terkenal dengan Etos Kerjanya yang sangat Kuat adalah Keturunan Tionghoa. Mereka kebanyakan memiliki suatu keyakinan yang besar untuk dapat sukses dalam meraih impian yang dimiliki.

Kalau kita di negeri ini bicara tentang pasar modern dan bisnis besar, maka kita akan menunjuk pada saudara-saudara kita etnis cina atau tionghoa, kalau pasar tradisional kita akan langsung setuju dengan keidentikannya dengan orang-orang pribumi seperti Jawa, Madura, dan bugis serta rimpin melayu lainnya. Orang-orang tionghoa walau hanya 3% di negeri ini dari 210 juta jiwa ternyata berhasil menguasai 70% bisnis dan perekonomian negeri ini(Prof.Amy Chua-2004). Meski bukan berarti bahwa orang Tionghoa tidak ada yang miskin tapi biasanya yang disebut miskin di negeri ini adalah kita masyarakat Jawa (Pribumi).

rasa percaya diri tersebut tentu saja tidak cuma - cuma dapat mereka miliki.

Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif[1] yang merupakan bagian dari amanah Allah. Cara pandang kita harus didasarkan pada tiga dimensi kesadaran:

1. Aku Tahu (Makrifat)

Dimensi ini harus dihayati oleh setiap pekerja sehingga dia mampu mengambil posisi yang jelas dalam kedudukannya di setiap pekerjaan. Dia harus tahu peran apa yang harus dilakukan sehingga amanah yang dilaksanakannya dapat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan mampu memberi nilai lebih bagi diri dan lingkungannya.[2]

2. Aku Berharap (Hakikat)

Dimensi hakikat (aku berharap) adalah sikap dirinya untuk menetapkan sebuah tujuan ke mana arah tindakan dia langkahkan. Harapan-harapan tersebut membuncah di dalam hati, akal pikiran dan tindakannya. Sadar bahwa tujuan teramat penting dalam kehidupan karena sikap tingkah laku seseorang ditentukan ke mana dia mengarah, apa cita-citanya dan apa yang akan diperbuatnya.[3]

3. Aku Berbuat (Syariat)[4]

Kedua dimensi diatas belum cukup tanpa adanya tindakan nyata. Sadar bahwa tindakan lebih membekas daripada sekedar berkata.

Etos juga bermakna nilai moral, suatu pandangan yang bersifat mendarah-daging. Etos menunjukkan sikap dan harapan seseorang. Imam al-Qusairi mengartikan harapan sebagai keterpautan hati kepada yang diinginkannya terjadi di masa yang akan dating. Perbedaan harapan dan angan-angan adalah angan-angan membuat seseorang menjadi pemalas dan terbuai oleh khayalannya tanpa mau mewujudkannya.

Bekerja adalah segala aktivitas dinamis dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani), di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.

Tidak semua aktivitas manusia disebut pekerjaan karena di dalam makna pekerjaan terkandung dua aspek yang harus dipenuhi secara nalar:

1. Aktivitasnya dilakukan karena ada dorongan untuk mewujudkan sesuatu sehingga tumbuh rasa tanggung jawab yang besar untuk menghasilkan karya yang berkualitas, bukan sekedar untuk mencari uang. Baginya bekerja adalah ibadah, bekerja seoptimal mungkin

2. Dilaksanakan secara sadar dan terencana dalam kerangka pencapaian ridha Allah. Terkandung di dalamnya semangat mengerahkan seluruh potensi yang dimiliki sehingga apa yang dikerjakannya benar-benar memberi kepuasan dan manfaat. Salah satunya memberikan manfaat bagi diri dan lingkungannya, sebagaimana misi dirinya yang harus menjadi rahmat bagi alam semesta.

B.     7 Langkah Menuju Kesuksesan Etnis Tionghoa
Setidaknya tidak kurang dari 7 langkah atau cara yang harus mereka lalui dalam menggapai kesuksesan, diantaranya :
1.       Tak Takut Bermimpi
Tidak perlu gengsi untuk meniti karir dari posisi paling bawah, karena mereka berani bermimpi meraih posisi yang lebih tinggi..
Contohnya, seorang loper Koran bermimpi mempunyai penerbitan nantinya. Dengan bermimpi, disadari atau tidak mereka akan berusaha atau mencari strategi untuk mewujudkannya.
2.      Bekerja dan Bekerja
Orang Tionghoa berpendapat apabila ia tidak melakukan hal yang berguna untuk dirinya atau orang lain maka hidupnya akan sia-sia. Waktu dan kesempatan adalah suatu kemewahan yang pantang disia-siakan.
3.      Berpikir untuk 3 Keturunan
Ini adalah falsafah Konghucu, contohnya apabila seseorang mempunyai uang Rp. 50.000,- maka ia hanya menggunakan Rp. 15.000,- untuk keperluan pribadinya. Sisanya akan disimpan untuk keperluan anak dan cucu. Dengan bersikap hemat diyakini bisa mengantisipasi berbagai masalah di kemudian hari.
4.      Tak Pernah Menyerah
Orang Tionghoa percaya bahwa setiap rintangan dalam hidup akan membawa dirinya pada keadaan yang lebih baik. Cobaan yang berhasil di lewati akan mendapat ganjaran yang lebih besar.
5.      Menguasai Bisnis dari Hulu ke Hilir
Seorang pengusaha Tionghoa akan menghemat biaya produksi dengan menangani seluruh proses produksi. Memang ilmu ini rawan praktek monopoli, tapi bisa diambil positifnya yaitu kita harus bisa mengenal dan menguasai seluruh pekerjaan yang digeluti.
6.      Memberi Pelayanan Terbaik
Pepatah Tionghoa berbunyi “Jika tak pandai tersenyum janganlah membuka toko”. Kira-kira maksudnya adalah dalam berkarir atau berbisnis, kemampuan kerja bukanlah yang utama, tetapi kemampuan dalam membawa diri dalam berbagai situasi lah yang akan mengambil peranan penting.
7.      Memelihara Relasi
Menurut pepatah Tionghoa “Walau berisik dan buang kotoran dimana-mana, jangan pernah menyembelih angsa bertelur emas” artinya kira-kira adalah serepot apapun, hubungan baik dengan relasi adalah sesuatu yang harus dan wajib dijaga. karena mereka bagai angsa bertelur emas.

 
C.    Kunci Sukses Etnis TiongHoa
Adapun selain itu, mereka juga memiliki Kunci Sukses Etnis TiongHoa diantaranya :
Pertama, usaha keras, berani mencoba dan tak takut gagal, memulai dengan apa adanya. Agaknya poin inilah yang menjadi kelebihan utama dari para pengusaha Tionghoa. Dalam keluarga Tionghoa, kerja keras bukanlah hal yang aneh. Mereka sudah terbiasa lembur hingga pagi. Jika ada kesempatan, seperti menjelang hari raya Imlek, mereka tahu bahwa permintaan pelanggan akan meningkat, maka mereka akan bekerja keras untuk memenuhi permintaan tersebut karena mereka menyadari bahwa Imlek Cuma satu kali dalam setahun. Orang Tionghoa pada umumnya berani memulai suatu usaha dan tidak takut gagal. Mereka mempunyai sense of urgency yang tinggi. Mereka sering berpendapat, “Jika tidak memulai sekarang, kapan lagi?” Gagal bukanlah hal yang menakutkan karena mereka selalu memulai usaha dengan apa adanya dan dari bawah.
Kedua, mengumpulkan informasi dan belajar. Sebelum terjun ke suatu bidang usaha, orang Tionghoa akan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin. Mereka tidak segan pergi ke saudara, teman dan bahkan pihak yang tidak mereka kenal. Setiap pembicaraan dengan siapa saja mereka gunakan untuk bertanya mengenai usaha yang akan ditekuni. Kemanapun mereka pergi, mereka akan membuka mata dan telinga lebar-lebar. Mereka sangat mahir melakukan survey terhadap usaha yang akan mereka geluti. Mereka juga tidak segan untuk belajar. Cara belajar yang umum adalah bekerja dengan orang yang usahanya serupa. Setelah yakin telah menguasai cukup informasi dan ketrampilan mereka akan berusaha sendiri.
Ketiga, melakukan perencanaan. Perencanaan yang paling umum dilakukan adalah melihat dari sisi untung-ruginya suatu usaha. Dalam bahasa akademis, mereka mempertimbangkan feasibility usaha yang akan mereka jalankan. Berapa banyak ongkos yang akan dikeluarkan, bagaimana cara mendapatkan bahan-baku / material, bagaimana mempersiapkan produk mereka, siapa yang akan beli, akan dijual dimana, kapan kembali modal, dan berapa keuntungannya merupakan faktor utama yang mereka pertimbangkan.
Perencanaan mereka juga sampai memperhatikan efektifitas (tujuan tercapai) dan efisiensi (tepat cara tanpa banyak mengorbankan waktu dan tenaga) usaha yang mereka geluti.
Keempat, membina relasi. Walaupun orang Tionghoa sangat kompetitif, tetapi mereka selalu sadar bahwa membina relasi adalah salah satu kunci keberhasilan mereka. Untuk membina hubungan baik mereka tidak ragu untuk mengeluarkan pengorbanan tertentu, seperti pemberian hadiah, mengundang makan dan melakukan entertain terhadap relasi mereka. Siapa saja yang bisa membantu melancarkan dan mengembangkan usaha adalah relasi mereka. Dengan pembinaan relasi yang baik, terbuka kerja sama yang saling menguntungkan.
Kelima, kemampuan administrative dan inventory control. Banyak orang lupa hal yang satu ini. Orang Tionghoa sangat sadar akan pentingnya kemampuan dalam beradministrasi dan melakukan pengontrolan inventory. Mereka sangat memperhatikan secara terperinci setiap kegiatan usaha mereka dan merekamnya dalam catatan. Karena itu mereka tahu betul neraca keuangan mereka dan persediaan inventory mereka. Contoh, jika kita belanja sesuatu di toko orang Tionghoa sangatlah jarang mereka sampai kehabisan persediaan.
Keenam, kemampuan pemasaran. Kemampuan pemasaran orang Tionghoa umumnya ditunjang oleh kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dan kemauan pelanggan serta kemampuan menentukan harga jual dari suatu produk secara tepat. Dari proses ini, maka terjadilah penyebaran iklan gratis dari mulut ke mulut. Untuk pengusaha yang cukup besar, mereka melakukan positioning secara professional dengan mensponsori kegiatan tertentu dan pemasangan pengiklanan melalui media cetak dan media digital.
Ketujuh, mendelegasikan. Orang Tionghoa sadar betul bahwa untuk mengembangkan suatu usaha agar menjadi besar, mereka harus bisa mendelegasikan pekerjaannya. Syarat utama pendelegasian adalah orang atau karyawan mereka harus bisa dipercaya. Karena itu, mereka cenderung mencari orang yang sudah dikenal lama dan terbukti bisa dipercaya. Bagi mereka keahlian berusaha bisa diajarkan, tetapi kepercayaan tergantung dari masing-masing kepribadian. Karena system kepercayaan ini jugalah maka, mereka tak segan-segan meminta anak mereka yang masih kecil membantu usaha mereka. Di lain pihak, anak mereka yang sudah terbiasa terekspos dengan usaha orang tuanya, membuat sang anak tumbuh dengan naluri usaha yang mendarah daging.
Kedelapan, mendiversifikasi. Pengusaha Tionghoa tak mudah merasa puas dan cukup atas usaha mereka. Mereka selalu berusaha untuk memperluas usahanya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan deversifikasi produk. Mereka cenderung mempunyai keinginan untuk memenuhi semua kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Mereka ingin agar pelanggannya hanya dating ke mereka. Untuk mewujudkan keinginan ini, cara yang paling tepat adalah berani melakukan deversifikasi produk.
Kesembilan, mengolah keuangan. Tidak ada istilah “uang mati” dalam kamus berdagang ala orang Tionghoa. Mereka selalu mempekerjakan uang tersebut supaya bisa berlipat ganda. Cara yang paling umum dilakukan adalah menanamkan modal kembali ke usaha mereka. Hal ini bisa dilakukan untuk mendirikan usaha baru atau untuk membesarkan usaha yang telah ada.


   

DAFTAR PUSTAKA


Post a Comment