Monday, October 30, 2017

Desa Wisata Baan Tong Luang, Chiang Mai - Thailand

Montreal, QC, Canada
Hi yooungers!
Post ini melanjutkan cerita dari perjalanan hari ke-2 selama di Chiang Mai bersama partner perjalanan saya, bagi yang melewatkan post sebelumnya langsung aja ke Sawatdee, Chiang Mai! - Day 2. Lanjutan post kali ini akan fokus pada perjalanan selama kami di Baan Tong Luang, Chiang Mai. 
Baan Tong Luang 
Pertama kali memasuki kawasan wisata, kami disambut oleh pemandangan gajah yang sedang melintas. Itu merupakan kali pertama saya melihat gajah yang secara real ada di alam bebas dan cukup menegangkan walaupun terdapat pawang yang berada dipundaknya. Pembelian tiket masuk tepat berada setelah lahan parkir, kami disambut oleh resepsionis dengan pakaian adat. Pembayaran tiket 500 Baht/orang dengan fasilitas map perjalanan. Memasuki gerbang desa, kami disambut oleh seorang gadis desa untuk cek tiket dan menjelaskan beberapa hal yang ada di map dengan berbahasa inggris.
Kondisi loket tiket masuk ke Baan Tong Luang
Kami memilih ke Baan Tong Luang karena merupakan desa wisata yang menempatkan beberapa suku dalam satu kawasan, suku yang ingin kami temui adalah suku leher panjang atau disebut suku Padong Karen. Sebenarnya suku ini juga ada diperbatasan myanmar namun karena terkendala waktu, kami memutuskan untuk ke Baan Tong Luang sekaligus melihat suku lainnya.
Suku Padong Karen 
Ada 8 suku yang tinggal di desa wisata Baan Tong Luang, yaitu Kao, Palong, Akha, Lahu, Sgaw Karen, Padong Karen, Kayaw Karen dan Hmong. Desa wisata ini berusaha untuk menggambarkan keadaan alami desa suatu suku dengan membangun rumah bahkan kegiatan yang berada disuku persis sama yang berada di desa aslinya. Jadi, selama perjalanan kami banyak menemui kegiatan seperti menenun, memanah, memahat, membatik dan lainnya yang dilakukan oleh masing-masing suku.
Belajar membatik di Suku Hmong
Belajar Memanah di Suku Lahu
Menggunakan Baju Keseharian Suku Yao

Selama disana kami disambut baik oleh setiap suku, walaupun minim interaksi karena terkendala bahasa. Saat kami berada di desa suku Padong Karen, kami sempat menemui seorang gadis belia asal myanmar yang mampu berbahasa inggris dan ternyata dia baru pindah ke desa wisata ini sekitar 2 bulan yang lalu dan usianya 22 tahun sehingga kalung yang melilit lehernya sekarang ada 22 buah. Kami sempat mencobanya dan itu cukup berat sehingga bisa dipastikan dalam waktu lama menggunakannya akan membuat leher bahkan pundak pegal. 
Cafetaria di Baan Tong Luang
Banyak tempat peristirahatan selama di perjalanan serta sebuah cafetaria tepat di pertengahan desa dan kami menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak serta menikmati pemandangan sekitar. Kami juga berbelanja souvenir berupa tempelan kulkas dengan gambar suku Padong Karen seharga 150 Baht. 
Lokasi Foto dengan Tulisan Baan Tong Luang
Dalam perjalanan keluar dari desa wisata, kami memilih untuk melewati sawah dan berfoto sejenak dengan tempat bertuliskan Baan Tong Luang. Cukup sederhana namun sangat bersejarah. Sekitar pukul 3 sore, kami memutuskan untuk pulang. Setelah bersiap diri, kami melanjutkan perjalanan menuju Mango Tango yang ada didaerah Niman namun dipertengahan jalan terdapat Suandok Park Market sehingga kami putuskan untuk berhenti disana. Lumayan murah dibanding sekedar ke mango tango untuk makan ketan mangga. Banyak pilihan makanan bahkan minuman disana, dari ayam, sushi, spring roll dan lainnya walaupun ketan mangga yang kami inginkan tidak ada di sana. Kami memutuskan untuk mencari ketan mangga di sekitaran pasar dekat old town hampir sama seperti Suandok Park Market dan ternyata harganya lebih murah yaitu 50 Baht dibanding makan di cafe.
Selama memutari old town, kami banyak menemukan bazar makanan sehingga tidak sulit untuk mencari makan selama disana.
Suandok Park Market 
Sekian dari perjalanan kami selama di desa wisata Baan Tong Luang sampai hari kedua ini, selanjutnya kami melakukan perjalanan ke taman dengan nuansa internasional yaitu Royal Park Rajapruek serta tempat makan romatis dengan nuansa hutan di Chiang Mai yaitu Khaomao-Khaofang. 

Bagi yang ketinggalan cerita sebelumnya, bisa cek artikel terkait dan untuk pertanyaan serta informasi bisa melalui kolom komentar.

2 comments

  1. Boleh juga perjalanan kali ini, ternyata di suku luar bisa membatik juga..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas, cara membantiknya hampir sama seperti di indo, namun desainnya yang berbeda.

      Delete